Saya sedang belajar menulis lagi. Lagi-lagi tentangmu.
Sudah 14 minggu setelah tulisan terakhirku tayang, terlampau lentur untuk jangka waktu yang lama untuk tidak menulis lagi. Sebenarnya saya sedang mencari cara bercerita yang paling menarik supaya kalian membacanya. Yang kalian lihat sekarang bukan gambar-gambar bergerak dan latar lagu yang membuat kalian terenyuh. Yang kamu lihat cuma tulisan, yang harus kalian cerna lalu kalian membayangkan seperti apa bentuknya.
Hari ini panas sekali tapi beberapa hari yang lalu hujan turun hingga banjir datang menyapa, dan burung-burungku mengepakkan sayapnya berulang-ulang karena takut dengan suara petir dan air. Diantara banyak kesibukan saya mendengar sesuatu. “To love another person is to see the face of you”, kan? Dan saya mengerinyit “Yes, the face of you, love”.
Saya selalu bertanya-tanya, sebenarnya, berapa kali kita bisa jatuh cinta pada hati yang sama, dalam lekuk penuh pelindung yang kini isinya hanya ilalang lebat dimana harapan bukan hal pertama yang berani dilihat. Seberapa kuat rasa cinta untuk melewati tangan-tangan tak kasat mata yang tidak berhak, yang mengambil satu-satu akal sehat, seperti sihir hitam yang melesat masum tanpa kita tahu datangnya.
Mencintaimu, hanya waktu dan mimpi yang sanggup menampung kasih yang melimpah ini, saya takut menulis tentang isi kepala saya karena mataku terlanjur takut melihat perasaan yang benar adanya. Hey, cintaku yang baik selalu, yang selalu cantik dimataku.
Saya sedang belajar menulis lagi. Lagi-lagi tentangmu.
Jadi binggung mau dimulai dari mana, bait bait menyebalkan sekaligus mendebarkan telah mengembun dalam setengah dekade terakhir.
Baiklah biarkan saya mulai dari dia, sesorang yang paling saya cintai. Dia adalah Dyaaah, orang-orang terdekatnya biasa memanggilnya Tyas, kalian bebas memanggil dia apa, tapi saya akan selalu memanggilnya Sayang.
Pertama.
Saya mencoba mengingat bagaimana cara kita memulai semua ini, ini adalah sebuah teka-teki yang semestinya paling saya ingat. Saya memang pandai dalam mengingat akan hal-hal yang membuat saya terkesan, tapi untuk ini saya benar-benar tidak mengingatnya.
Tahun 2016 adalah awal dari cerita ini dimulai, ratusan bahkan ribuan pesan sudah tersampaikan hingga pertemuan hadir ada didalamnya. Sedekat nadi hingga pernah menjadi asing. Lalu, kembali erat, mengikat, hingga terikat.
Jelas teringat dalam ingatan saya, saya yakin ingatan saya tak pernah salah. Dulu, memilihmu berarti menerima segala hal tentangmu, baik resikonya. Hingga resikonya adalah menjadi asing.
Kedua.
Menjadi asing adalah pilihan, melupakan adalah pilihan, membenci juga pilihan. Dari sekian banyak pilihan, kita sepakat untuk memilih ‘lagi’. Kembali erat adalah pilihan, mengikat adalah pilihan, terikat juga pilihan. Semua pilihan tidak ada yang salah dan benar, biarkan waktu yang menjawab.
Menjadi asing adalah ujian terberat yang pernah kita berdua lalui, hal menyedihkan, kalian tau, ketika ego lebih tinggi dari kata hati. Betapa sadisnya romansa ini. Hai kau wahai romeo, lihatlah betapa sadisnya kisah ini.
Sekali lagi, ingatan saya tidak pernah salah. Wanita yang paling saya cintai hadir berulang-ulang. Rasanya baru kemarin. Aku seperti bicara dengan sesuatu yang berkali-kali kutolak, namun selalu berhasil datang kembali.
Pertanyaannya — adakah yang lebih menyiksa dari tetap menyimpan segala hal yang berusaha dilupakan seseorang? Sesuatu yang membuat ia memilih untuk menjauh dari apa yang paling ingin ia dekati dan membenci apapun yang sangat ingin dia sayangi.
Mungkin saya sudah terlalu jauh masuk ke dalam dunia mu, juga sebaliknya ‘katamu’. Seperti kata Yura, tutur batin tak akan pernah salah, seperti kata Kunto, kapal tlah bersauh, aku tak ingin jauh, padamulah aku berlabuh.
Ketiga.
Percayakah kalian dengan takdir? Tentang garis takdir yang dengan sempurna disusun oleh Tuhan, dengan berbagai skenario tak terduga di dalamnya, kemudian menjadi satu-suatu benang merah di kehidupan
Atau kita dapat memilih takdir sesuai keinginan, lalu membentuk sendiri suatu benang merah untuk tetap saling berdampingan dan akhirnya saling menemukan, dan terikat?
Penyesalan adalah hal-hal yang tidak kita lakukan, ketika kesempatan itu datang.
Keempat.
Bagi segelintir orang saya adalah seseorang yang pandai dalam merangkai sebuah kata-kata manis, tapi nyatanya saya memang nggak se-romantis itu.
Sayang, kau tau, ada banyak hal yang sudah kita bicarakan hingga akhirnya kita sepakat dalam beberapa hal. Segala hal tentang penerimaan, ketakutan, keraguan, dan kepercayaan teruntai bagai sebuah benang ikatan yang tiada henti kita panjatkan dalam doa-doa dengan harapan sebaik-baiknya.
Kita sepakat dan percaya bahwa tutur kata adalah bentuk sebuah ikatan untuk saling terikat. Kau berharga lebih dari siapapun, bagiku, sekarang, nanti dan besok. Kita juga sudah sepakat bahwa ada banyak hal akan terkorbankan nanti, pilihanmu, pilihanku, apapun, baik resikonya kita akan lalui bersama. Badai akan selalu hadir mewarnai indahnya hari-hari yang akan datang.
Saya selalu percaya bahwa aku dan kamu akan selalu bersabar dalam banyak hal nanti. Terrlampau lentur ratusan ujian sudah terlewati dengan warna warni cerita menyebalkan sekaligus mendebarkan.
Kelima.
Baiklah, kita sepakat bahwa proses mengikat dan terikat sudah terlewati dengan tutur kata dan batin yang saling menerima dengan banyak hal, baik resikonya.
Ini adalah bentuk saling memahami dan pengertian yang luar biasa, ada sejuta hal lain yang tidak pernah diajarkan oleh siapapun kepada kita, kita selalu belajar dari banyak kesalahan. Banyak pelajaran yang akhirnya benar-benar kita pahami hingga kita bersepakat.
Terakhir.
Tak simpen satu di ingatanku, kamu. Tahun 2017 hingga sekarang, mungkin 40%nya asik, sisanya ora, tenan, yakin. Mbuh nek besok-besok ya. Seperti yang sudah-sudah, hal terbaik selalu perlu waktu, setengah dekade berlalu dan kita belajar atas banyak hal dalam kisah ini, penyesalan adalah hal-hal yang tidak kita lakukan, ketika kesempatan itu datang.
Yogyakarta, 17 Desember 2022